PajakOnline.com—Fringe benefit merupakan tambahan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Selain itu, beberapa fringe benefit diberikan secara universal kepada seluruh karyawan, namun ada beberapa perusahaan yang memberikannya hanya kepada karyawan dengan tingkat eksekutif.
Tunjangan tersebut diberikan sebagai bentuk kompensasi kepada karyawan atas biaya yang terkait dengan pekerjaan mereka. Ada juga yang disesuaikan dengan kepuasan kerja secara umum. Tujuan dari kompensasi untuk merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang dengan kualitas yang tinggi di perusahaan terkait.
Pada umumnya, fringe benefit meliputi asuransi kesehatan, asuransi jiwa, subsidi kafetaria, bantuan biaya kuliah, penggantian biaya penitipan anak, diskon karyawan, opsi saham karyawan, pinjaman below-market, dan penggunaan pribadi kendaraan milik perusahaan.
Sementara itu, fringe benefit akan dikenakan pajak, kecuali yang dikecualikan secara khusus. Pajak untuk penerima kompensasi ini diwajibkan karena termasuk fair market value dari tunjangan dalam penghasilan berpajak karyawan untuk periode tersebut. Berikut ini daftar fringe benefit yang dikecualikan dari pajak penghasilan:
– Tunjangan kesehatan dan kecelakaan
– Bantuan adopsi
– Penghargaan prestasi
– Tunjangan komuter
– Fasilitas atletik
– Bantuan perawatan tanggungan
– Tunjangan de minimal
– Diskon karyawan
– Bantuan pendidikan
– Perlindungan asuransi jiwa group-term
– Ponsel yang disediakan
– Opsi saham karyawan
– Rekening tabungan kesehatan (Health Saving Account (HSA))
– Makanan
– Penginapan di tempat bisnis
– Layanan perencanaan pensiun
– Layanan tanpa biaya tambahan
– Tunjangan kondisi kerja
– Pengurangan biaya kuliah
Tentunya masing-masing dari pengecualian ini memiliki syarat dan ketentuannya. Tidak semua tunjangan tambahan yang bebas pajak penghasilan dibebaskan juga dari jaminan sosial, medicare, dan lainnya. Hanya dibebaskan dari pajak penghasilan saja. Jadi, fringe benefit membantu perusahaan dalam merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang yang berkualitas tinggi. Biasanya perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan SDM dengan keterampilan yang bagus dan paling banyak diminati akan menawarkan tunjangan yang sangat tinggi. Beberapa tunjangan yang paling umum adalah kesehatan dan asuransi jiwa.
Saat ini, ketentuan perihal fringe benefit bukan merupakan objek pajak penghasilan (non-taxable income). Yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh. Tapi, jika tunjangan ini diberikan oleh bukan wajib pajak, maka akan dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) atas tunjangan tersebut dikenakan pajak. Dari sudut pandang pengusaha, biaya yang akan ia keluarkan dalam bentuk natura juga tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto (non-deductible expense) seperti yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh.
Di Indonesia, ada beberapa alasan Fringe Benefit Tax (FBT) dapat menjadi opsi kebijakan PPh orang pribadi yang mungkin bisa dipertimbangkan, di antaranya:
– Sebagai upaya mengimbangi ketimpangan tarif PPh orang pribadi dan PPh badan. Sesuai dengan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Rencana pemerintah dalam menambahkan lapisan baru PPh orang pribadi sebesar 35% dan PPh badan menjadi 20% yang membuat gap atau selisih yang cukup tinggi ini dipercaya dapat membantu mengurangi tax planning.
– Penerapan FBT juga dinilai sebagai upaya optimalisasi penerimaan PPh orang pribadi sekaligus mengurangi adanya ketimpangan. Sementara, tambahan kemampuan ekonomis dalam bentuk natura tidak dapat dipajaki. Pada akhirnya, ketimpangan atas penghasilan semakin besar. Oleh karena itu, FBT bisa berperan dalam mengurangi ketimpangan tersebut.
– Sejalan dengan prakteknya di negara lain seperti Australia, Selandia Baru, Hongkong, China, India, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Filipina, dan Singapura. FBT sangat bervariasi di berbagai negara, tidak semua pemberian natura dikenakan FBT.
– Dengan penerapan FB, natura akan diperlakukan sebagai objek pajak bagi penerimanya. Maka atas biaya natura yang dikeluarkan perusahaan dapat dibiayakan secara fiskal (deductible expense).
Dari penjelasan di atas, penyesuaian tarif PPh orang pribadi yang lebih tinggi perlu adanya antisipasi dengan membuat kebijakan lain seperti FBT. Dengan begitu, penyesuaian akan berjalan efektif dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penerimaan negara.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam Penerapan FBT, antara lain:
1. Tidak bisa semua imbalan diatribusikan secara individual kepada karyawan, apalagi bila imbalan tersebut dinikmati secara kolektif.
2. Adanya tunjangan yang disamarkan sebagai penggantian/pengeluaran lain-lain yang memungkinkan karyawan memilih untuk lari dari kewajiban pajaknya.
3. Adanya kesulitan dalam valuasi manfaat yang diterima.(Kelly Pabelasary)