PajakOnline.com—Di Indonesia, kripto bukanlah alat pembayaran yang sah, tetapi diakui sebagai komoditas melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Artinya, kripto di Indonesia hanya berlaku sebagai aset investasi. Jadi, aset kripto dianggap sebagai komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi.
Sementara itu, di Amerika Serikat (AS) aset kripto diperlakukan sebagai properti atau aset yang tunduk pada aturan keuntungan dan kerugian modal, sama dengan saham. Ketika Wajib Pajak membeli mata uang kripto atau saham, harga pembelian asli aset menjadi dasar biayanya. Kemudian, aset tersebut dijual, setelah itu wajib pajak dikenakan pajak berdasarkan perbedaan antara dasar biaya dan harga jual.
Selain itu, pendapatan dan keuntungan modal (capital gain) dari mata uang kripto dikenakan pajak, sedangkan kerugian (capital loss) mata uang kripto bisa mendapat pengurangan pajak.
Di Indonesia, aset kripto dibagi menjadi dua jenis, yaitu aset kripto yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran (payment token) dan aset kripto yang tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran (utility token atau asset token).
Sedangkan, Aset kripto di AS dibagi menjadi tiga jenis, yaitu cryptocurrency (seperti Bitcoin atau Ethereum), token keamanan (seperti saham atau obligasi digital), dan token utilitas (seperti token yang memberikan akses ke layanan atau produk tertentu).
Adapun tarif pajak aset kripto, di Indonesia sudah menetapkan perlakukan aset kripto dan ketentuan pemajakannya pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Lebih rinci diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Untuk itu, berdasarkan aturan tersebut aset kripto dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Dalam Pasal 2 PMK 69/2022 menyebutkan bahwa PPN aset kripto dikenakan atas penyerahan:
1. Barang Kena Pajak tidak berwujud berupa aset kripto oleh penjual aset kripto.
2. Jasa Kena Pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik.
3. Jasa Kena Pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto (mining pool) oleh penambang aset kripto.
Aturan Pajak Kripto Indonesia disebutkan bahwa tarif PPN berbeda-beda untuk masing-masing penyerahan BKP dan JKP. Penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto yang terkena PPN meliputi jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap), atau tukar-menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan jasa.
Adapun tarif PPN terutang atas penyerahan aset kripto oleh penjual aset kripto dipungut dan disetor dengan besaran tertentu, sebagai berikut:
– Sebesar 1% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik merupakan pedagang fisik aset kripto; atau
– Sebesar 2% dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, dalam hal penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan merupakan pedagang fisik aset kripto.
Kemudian, dalam Pasal 19 PMK 69/2022 menyatakan bahwa PPh Kripto dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan aset kripto terhadap penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, atau penambang aset kripto. Adapun PPN dan PPh dipungut oleh penyelenggara perdagangan aset kripto yang telah mendapatkan izin dari Bappebti.
Sementara di AS, aset kripto dikenakan pajak capital gain atau loss sesuai dengan lama kepemilikan dan tingkat penghasilan. Untuk itu, keuntungan modal juga dikenakan pajak secara berbeda berdasarkan seberapa lama Wajib Pajak memegang aset sebelum menjualnya.
Bagi Pajak keuntungan modal jangka pendek berlaku untuk aset yang dipegang selama satu tahun atau kurang, sementara pajak keuntungan modal jangka panjang dinilai ketika Wajib Pajak menjual aset setelah memiliki lebih dari satu tahun.
Tarif keuntungan modal yang tepat tergantung pada beberapa faktor, tetapi keuntungan modal jangka panjang biasanya dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada keuntungan jangka pendek. Maka dari itu, Wajib Pajak AS bisa saja tidak perlu membayar pajak keuntungan modal sama sekali, tergantung pada status pengajuan dan penghasilan kena pajaknya.
Sederhananya, tarif pajak capital gain jangka pendek yaitu sama dengan tarif pajak penghasilan biasa, sedangkan tarif pajak capital gain jangka panjang adalah 0 persen, 15 persen, atau 20 persen.
Berikut adalah beberapa jenis transaksi mata uang kripto di AS yang diklasifikasikan untuk tujuan pajak:
– Menjual mata uang kripto (keuntungan modal). Setiap Wajib Pajak AS menjual mata uang kripto, kenaikan atau penurunan nilai memiliki implikasi pajak. Untuk itu, jenis transaksi ini cenderung sederhana, terutama bagi mereka yang tidak sering membeli dan menjual mata uang kripto, dan diklasifikasikan di bawah keuntungan modal.
– Menukar satu mata uang kripto dengan yang lain (keuntungan modal). Penukaran mata uang kripto yaitu ketika Wajib Pajak menukar satu mata uang kripto dengan yang lain tanpa menukar mata uang kriptonya dengan uang tunai. Misalnya, ketika Wajib Pajak AS menukar Bitcoin dengan Litecoin atau Ethereum dengan Bitcoin.
– Menggunakan mata uang kripto untuk barang atau jasa dari keuntungan modal juga memiliki implikasi pajak yang sama dengan menjualnya. Seperti, Wajib Pajak pergi ke Starbucks dan menghabiskan sebagian Bitcoin untuk membeli sesuatu, hal itu bisa menghasilkan keuntungan yang dikenakan pajak.
– Wajib Pajak yang mendapatkan mata uang kripto dianggap sebagai penghasilan kena pajak berdasarkan nilai koin pada saat penerimaan. Hal ini termasuk mata uang kripto yang diperoleh dari kegiatan seperti penambangan mata uang kripto, pendapatan staking mata uang kripto, hasil pada akun mata uang kripto, atau mata uang kripto yang diperoleh sebagai gaji atau bonus.(Kelly Pabelasary)