PajakOnline.com— Kanwil DJP Jakarta Barat berhasil mencatatkan pertumbuhan positif penerimaan pajak sebesar 9,95% (penerimaan bruto APBN) atau 5,35% (penerimaan neto APBN). Realisasi penerimaan neto sebesar Rp30 triliun (bruto) atau Rp27,2 triliun (neto), dengan capaian penerimaan sebesar 42,04% (bruto APBN) dari target penerimaan pajak tahun 2024 (APBN) yang diamanatkan sebesar Rp64,83 triliun.
Berdasarkan jenis pajaknya, realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp13,8 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp13,43 trliun, dan pajak lainnya sebesar Rp20,19 miliar.
Empat sektor dominan yang berkontribusi signifikan terhadap penerimaan Kanwil DJP Jakarta Barat yaitu Sektor Perdagangan sebesar Rp12,91 triliun, Sektor Indutri Pengolahan sebesar Rp4,78 triliun, Sektor Konstruksi & Real Estat sebesar Rp1,29 triliun, dan Sektor Pengangkutan dan Pergudangan sebesar Rp1,56 triliun. Keempat sektor dominan tersebut memberikan kontribusi penerimaan sebesar 75,44%.
Sedangkan untuk kinerja kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, hingga 31 Mei 2024, capaian tingkat kepatuhan Jakarta Barat berada di angka 81,96% dari target tahun 2024. Jumlah realisasi SPT Tahunan yang masuk sebanyak 338.169 SPT, dari target sebanyak 412.582 SPT Tahunan.
Secara regional Provinsi DKI Jakarta, realisasi penerimaan pajak sampai dengan 31 Mei 2024 sebesar Rp538,47 triliun atau 40,88% dari target penerimaan. Capaian ini dipaparkan dalam penyampaian Kinerja APBN Regional DKI Jakarta hingga 30 Mei 2024 melalui konferensi pers Forum Assets Liabilities Committee (ALCO) Regional DKI Jakarta secara daring pada Jumat (28/6/2024).
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Mei Ling menyampaikan perkembangan beberapa indikator ekonomi di DKI Jakarta. Sampai dengan bulan Mei 2024, tingkat inflasi melandai diikuti tekanan harga pangan yang mereda, berada di angka 2,08% (yoy), deflasi -0,10% (m-to-m), dan 0,79 (ytd). Prospek ekonomi Jakarta dalam jangka pendek masih terjaga.
Neraca Perdagangan bulan mei mengalami surplus sebesar US$0,25 M, yang dipengaruhi kinerja ekspor mencapai US$6,64 miliar dan impor mencapai USD6,39 miliar.
Perkembangan indikator konsumsi memberikan sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi di triwulan II, namun perlu mewaspadai indikator produksi yang melemah.
Dari sisi penerimaan pajak, Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi dan Penilaian Pajak Kanwil DJP Jakarta Selatan I Toto Hari Saputra menyampaikan secara rinci kinerja pendapatan pajak di DKI Jakarta yang mengalami perlambatan dengan total capaian 40,88% dari APBN 2024. Pendapatan pajak terkontraksi 12,66% (yoy) akibat penurunan di seluruh jenis pajak, khususnya PPh Non Migas turun 13,26%(yoy) akibat turunnya PPh 25/29 badan yang cukup signifikan dari wajib pajak prominent penentu penerimaan imbas penurunan harga
komoditas.
Kinerja PPN terkontraksi, utamanya akibat penurunan PPN Dalam Negeri sebagai dampak kenaikan restitusi dan penurunan PPN impor, dengan capaian penerimaan sebesar Rp196,85 triliun atau 39,35% dari target dan pertumbuhan negatif 9,74% (yoy).
PPh Migas menurun akibat turunnya penerimaan PPh Minyak Bumi dan Gas Alam karena penurunan lifting migas serta harga komoditas seperti batubara dan CPO. PBB dan Pajak Lainnya menurun karena tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak pada tahun 2023.
Kepala Bidang Kepabeaan dan Cukai Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DKI Jakarta Muhammad Hilal Nur Sholihin melengkapi konferensi pers dengan menyampaikan kinerja penerimaan Kepabeanan dan Cukai DKI Jakarta hingga dengan 31 Mei 2024.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp8,45T (30,50% dari target APBN) mengalami pertumbuhan negatif sebesar 11,88% (yoy), utamanya karena penurunan Bea
Masuk.
Kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tetap terjaga ditopang kenaikan PNBP bagian laba Badan Usaha Milik Negara. Hal ini disampaikan oleh Didik Hariyanto, Kepala Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta. Sampai dengan 31 Mei 2024, penerimaan PNBP mencapai Rp164,37 T atau 69,31% dari target atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,82 (yoy).