PajakOnline.com—Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan, pemerintah dapat menerapkan regulasi perpajakan berkaitan penjualan melalui social commerce.
“Dengan asumsi social commerce yang sering dijadikan substitusi platform jual beli, seharusnya mereka berada di industri yang sama dengan e-commerce. Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan harus memastikan regulasi seperti pajak untuk e-commerce dan social commerce fair, diperlakukan di level field yang sama,” kata Nailul Huda, dikutip hari ini.
Nailul menyebutkan penjualan lewat social commerce khususnya Tiktok Shop ini perlu diberlakukan pajak. Seperti yang akan diberlakukan terhadap platform e-commerce Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dan Blibli. Menurutnya Tiktok Shop juga perlu dikenakan pajak.
“Mengingat potensi bisnis e-commerce dan social commerce sangat besar dan terus bertumbuh. Banyak pelaku usaha yang mulai memanfaatkan transaksi lewat TikTok Shop karena dinilai murah dan hasilnya besar,” katanya.
Fenomena shopping entertainment (shoppertainment) yang diasosiasikan dengan social commerce, saat ini semakin bertambah karena kemudahan pengguna sosial media untuk mengakses barang lewat konten dan melakukan transaksi secara real time.
CEO TikTok Shou Zi Chew juga telah bertemu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan untuk membahas rencana investasi dan perkembangan bisnis Tiktok di Indonesia.
Untuk diketahui social commerce pengguna Tiktok Indonesia berada di urutan kedua tertinggi di dunia setelah Amerika Serikat (AS) yaitu sebesar 112,97 juta pengguna. Selain itu, Data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate juga mencatat pasar social commerce di Indonesia telah mencapai mencapai 8,6 miliar dolar AS, dengan estimasi pertumbuhan tahunan sekitar 55 persen. (Azzahra Choirrun Nissa)