PajakOnline.com—Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat PKP atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) PPN maupun PPnBM. Ada faktur pajak yang dapat dikreditkan, dan adapula faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan. Pada faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan, hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, seperti pengusaha yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai PKP atau PPN atas transaksi yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP.
Faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan merupakan istilah bagi pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan dengan pajak keluaran. Maka dari itu, pajak masukan yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak bisa menjadi pengurang pajak keluaran.
Penting bagi PKP untuk mengetahui prinsip-prinsip faktur pajak yang dapat dikreditkan dan jenis-jenis PPN dimana PKP membuat FP tidak bisa dikreditkan.
Adapun Prinsip-prinsip PKP yang harus diketahui untuk pengkreditan faktur pajak masukan, antara lain:
- Pajak masukan dalam suatu tahun masa dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
- Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada saat masa pajak yang sama, masih bisa dikreditkan pada masa pajak berikutnya, paling lama 3 bulan setelah masa pajak yang bersangkutan. Dengan catatan, belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
- PKP yang belum melakukan kegiatan produksi, sehingga secara otomatis belum melakukan penyerahan terutang pajak, maka pajak masukan terkait perolehan dan/atau impor barang dapat dikreditkan.
- Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara itu, ada Faktur Pajak yang tidak bisa dikreditkan. Penyebab munculnya faktur pajak yang tidak dapat dikreditkan, karena faktur pajak dibuat atas penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) yang perlakuan PPN-nya tidak bisa dikreditkan.
Jenis PPN dan pajak masukan dimana faktur pajak yang dibuat yaitu faktur pajak yang tidak bisa dikreditkan, sebagai berikut:
- PPN perolehan BKP/JKP yang dilakukan sebelum pengusaha yang bersangkutan ditetapkan sebagai PKP.
- PPN perolehan BKP/JKP yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP.
- Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
- PPN perolehan BKP/JKP yang didapat dari luar daerah paben sebelum pengusaha yang bersangkutan ditetapkan sebagai PKP.
- PPN perolehan BKP/JKP yang tidak memenuhi ketentuan pada UU No. 42/2009 Tentang PPN dan PPnBM Pasal 13 Ayat (5) atau (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli/penerima BKP/JKP.
- PPN pemanfaatan BKP tidak berwujud atau atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dimana faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 42/2009 Tentang PPN dan PPnBM Pasal 13 Ayat (6).
- PPN perolehan BKP/JKP yang pajak masukan ditagih dengan menggunakan penerbitan ketetapan pajak.
- PPN perolehan BKP/JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh DJP.
- PPN untuk perolehan BKP yang digunakan sebagai barang modal atau JKP sebelum PKP melakukan kegiatan berproduksi.
- Faktur pajak masukan yang sudah melebihi batas toleransi pengkreditan, yakni 3 bulan.
- Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi telah dibebankan sebagai biaya atau ditambahkan kepada harga perolehan BKP/JKP tidak boleh dikreditkan sebagai pajak masukan.
Selanjutnya, ada beberapa kegiatan mengkreditkan pajak masukan ini, yakni:
- Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih kecil ketimbang jumlah pajak keluaran yang dipungut. Selisih kelebihan pajak keluaran wajib disetorkan ke kas negara.
- Nominal pajak masukan dalam suatu masa pajak lebih besar dibandingkan nominal pajak keluaran yang dipungut. Selisih kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau bisa dimintakan pengembalian (restitusi).
- Nominal pajak masukan dan keluaran sama besar. (Kelly Pabelasary)