PajakOnline.com—Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dan harus dibayar oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung, serta digunakan untuk kebutuhan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sejalan dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintah dari masa ke masa, maka pengaturan Pajak Daerah juga terus mengalami perkembangan sejak 1957 hingg sekarang. Pengaturan Pajak Daerah yang sudah berkembang sampai saat ini dibedakan menjadi beberapa periode, sebagai berikut:
Perkembangan Pajak Daerah di Indonesia dimulai pada tahun 1957, yakni berlakunya UU Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah. Pada undang-undang ini mengatur bahwa Pajak Daerah yang dimaksud adalah pungutan daerah yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik.
Dalam Pasal 13, Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh daerah tingkat ke I, seperti pajak atas perizinan menangkap ikan di perairan, opsen atas pokok pajak kekayaan, dan opsen atas pajak penjualan bensin. Sedangkan, Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh daerah lain dari daerah tingkat I, seperti pajak atas pertunjukan dan keramaian umum, pajak atas izin mengadakan penjudian, pajak anjing, pajak atas kendaraan tidak bermotor, dan pajak atas izin penjualan atau pembikinan petasan dan kembang api.
Pada Pasal 16 bahwa peraturan Pajak Daerah tidak dapat berlaku sebelum mendapat pengesahan dari presiden dan untuk mendapat pengesahan presiden membutuhkan waktu yang cukup lama.
Beberapa tahun setelah dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 11/Darurat/Tahun 1957, pemerintah melakukan perubahan atas Pajak Daerah yang ditandai dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Pada periode Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997, Pajak Daerah dibedakan menjadi dua golongan, yakni;
Pajak Daerah Tingkat I terdiri dari:
Pajak Kendaraan Bermotor dengan tarif 5%
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan tarif 10%
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dengan tarif 5%
Pajak Daerah Tingkat II terdiri dari:
Pajak Hotel dan Restoran dengan tarif 10%
Pajak Hiburan dengan tarif 35%
Pajak Reklame dengan tarif 25%
Pajak Penerangan Jalan dengan tarif 10%
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dengan tarif 20%
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dengan tarif 20%
Selanjutnya, tarif Pajak Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud pada jenis pajak huruf a, b, dan c secara merata ditetapkan di seluruh Indonesia berdasarkan peraturan pemerintah yang artinya kebijakan ini bersifat sentralistik.
Sedangkan, tarif Pajak Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada jenis pajak huruf a, b, c, d, e, dan f ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah daerah yang artinya kebijakan ini bersifat desentralistik.
Pada periode ini juga, peraturan daerah yang digunakan untuk mengatur Pajak Daerah harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan dari Menteri Keuangan. Hal tersebut perlu dilakukan sebab pemungutan Pajak Daerah merupakan bagian dari sistem perpajakan nasional.
Menteri Dalam Negeri mengesahkan, menolak mengesahkan, atau meminta penyempurnaan peraturan daerah terlebih dahulu dengan jangka waktu paling lama tiga bulan sejak diterimanya peraturan daerah tersebut.
Tiga tahun kemudian, pemerintah pun memberlakukan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Pada periode ini terdapat beberapa perubahan atas ketentuan Pajak Daerah.
Berdasarkan pada UU Nomor 34 Tahun 2000 ini penyebutan Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II mengalami perubahan menjadi Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Adapun perubahan bahwa Pemerintah Provinsi mendapat satu tambahan jenis pajak, sehingga menjadi empat jenis pajak. Pajak Daerah yang ditambahkan kepada Pemerintah Provinsi adalah Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air Permukaan. Sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota diberi hak untuk menambah satu jenis pajak, yaitu pajak parkir. Pada Pemerintah Kabupaten/Kota ini pula pajak hotel dan restoran dipisah menjadi pajak hotel dan pajak restoran, sehingga terdapat tujuh jenis pajak.
Pada Pasal 5A bahwa dalam rangka pengawasan rangka pengawasan, Peraturan Daerah yang mengatur dan menetapkan jenis pajak Kabupaten/Kota harus disampaikan kepada Pemerintah paling lama 15 hari setelah ditetapkan.
Lebih lanjut, UU Pajak Daerah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Terdapat pula beberapa perubahan atas ketentuan Pajak Daerah.
Pada UU Nomor 28 Tahun 2009 ini, Pajak Daerah tetap terbagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.
Jenis pajak yang dikenakan Pajak Daerah mengalami penambahan. Pemerintah Provinsi mendapat satu tambahan jenis pajak sehingga menjadi lima jenis pajak. Pajak Daerah yang ditambahkan kepada Pemerintah Provinsi adalah pajak rokok. Sedangkan, Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki sebelas jenis pajak dari yang sebelumnya tujuh jenis pajak. Pajak Daerah yang ditambahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota adalah pajak air tanah, pajak sarang burung walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Setiap jenis pajak dijelaskan lebih detail dengan pasal yang berbeda. Misalnya, pada Pasal 40 dijelaskan mengenai tarif pajak restoran, sedangkan untuk tarif pajak hiburan dijelaskan pada Pasal 45. Selain itu, terdapat perubahan tarif untuk beberapa jenis pajak.
Pada periode ini sesuai Pasal 96 UU Nomor 28 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Wajib Pajak membayar pajak menggunakan SKPD apabila memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dan Wajib Pajak membayar pajak menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT apabila memenuhi kewajiban perpajakan sendiri.
Periode Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021
Periode ini dimulai pada tahun 2020 yang ditandai dengan revisi UU Pajak Daerah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja, tercantum penambahan Pasal 156A dan 156B terhadap UU No 28 Tahun 2009. Pasal 156A UU Cipta Kerja ini mengatur kewenangan Pemerintah Pusat dalam menentukan tarif pajak dan tarif retribusi dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
Selain itu, Pasal 156B UU Cipta Kerja ikut mengatur pemberian insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, pembebasan, atau penghapusan pokok pajak dan/atau sanksinya oleh Gurbernur/Bupati/Walikota kepada pelaku usaha dalam mendukung kemudahan beriinvestasi.
Kemudian, sejalan dengan diberlakukan UU Cipta Kerja, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan Layanan Daerah.
Pengaturan PP Nomor 10 Tahun 2021 ditetapkan supaya memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam rangka mendukung kebijakan fiskal nasional, serta mendukung kebijakan kemudahan berusaha dan layanan. Diharapkan juga PP No. 10 Tahun 2021 ini dapat mendukung dan memenuhi amanat UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Pasal 114 dan Pasal 176.
Pokok-pokok kebijakan yang diatur dalam PP No. 10 Tahun 2021, yaitu penyesuaian tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, evaluasi rancangan Perda dan Perda mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sanksi administratif, dan dukungan insentif pelaksanaan kemudahan berusaha.