PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat restitusi pajak telah mencapai Rp190,14 triliun hingga akhir Oktober 2022. Restitusi pajak naik 7,90% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Realisasi restitusi didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri sebesar Rp145,07 triliun atau meningkat 24,83% secara tahunan.
Selain PPN Dalam Negeri, restitusi pada periode laporan juga didominasi oleh restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 sebesar Rp38,06 triliun.
Menurut Managing Director & Partners PajakOnline Consulting Group Abdul Koni, restitusi tersebut dominan merupakan restitusi dipercepat karena pemerintah melalui DJP ingin membantu meringankan beban wajib pajak terutama pengusaha kena pajak (PKP) dari tekanan pandemi sehingga dapat bangkit dan memulihkan usahanya.
“Dengan adanya restitusi tersebut para pelaku usaha dapat bertahan keuangannya di tengah pandemi dan berupaya untuk memulihkan kegiatan usahanya yang terdampak pandemi dalam dua tahun terakhir ini,” kata Koni, mantan auditor senior DJP.
Selain restitusi PPN Dalam Negeri, ada pula restitusi PPh Pasal 25/29. Koni mengatakan, restitusi tersebut bisa jadi karena kondisi bisnis yang mengalami penurunan sehingga PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh badan terutang. Menurutnya, restitusi seperti ini diperoleh setelah ada pemeriksaan pajak atau bahkan harus melalui proses sengketa pajak hingga ke pengadilan pajak.
Di tahun depan, kemungkinan restitusi masih akan memiliki pola yang sama. Sebab, pemerintah masih akan memberikan insentif perpajakan lantaran pandemi dinilai belum usai. Restitusi PPh Pasal 25/29 sepertinya akan menurun karena dunia usaha semakin pulih sehingga ada PPh Badan kurang bayar.
“Untuk PPN, restitusi dulu sebelum pemeriksaan tetap ada. Karena pemerintah secara rutin di setiap tahun menetapkan PKP berisiko rendah dan PKP patuh. Kedua kelompok PKP tersebut berhak mendapatkan restitusi pendahuluan sebelum adanya pemeriksaan,” kata Koni.
Koni mengungkapkan, terdapat dua mekanisme restitusi PPN, yakni,
Pertama, pemeriksaan dulu kemudian restitusi,
Kedua, restitusi terlebih dahulu, kemudian baru pemeriksaan. Untuk restitusi PPN yang pertama tersebut menggunakan prosedur normal dan bisa melalui sengketa pajak dulu hingga ke Pengadilan Pajak agar PKP mendapatkan restitusi sementara.
Sedangkan, restitusi PPN yang kedua, berlaku untuk PKP Patuh atau memiliki risiko rendah sehingga diberi fasilitas kemudahan oleh pemerintah.
Berdasarkan data DJP, rincian realisasi restitusi didominasi oleh restitusi dipercepat, yaitu sebesar Rp79,62 triliun atau tumbuh 62,60% secara tahunan.
Sedangkan restitusi dari upaya hukum tercatat mencapai Rp27,49 triliun atau menurun 3,02% secara tahunan dari periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk restitusi normal tercatat Rp83,03 triliun atau turun 16,05% secara tahunan dari periode yang sama tahun lalu.