PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meminta wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) agar mengisi perolehan harta dengan benar dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta atau SPPH.
Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Kanwil Jakarta Timur Adrianus Erwien mengungkapkan DJP berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas SPPH yang disampaikan wajib pajak. Apabila terjadi ketidaksesuaian, DJP juga dapat meminta klarifikasi dari wajib pajak.
“Setelah PPS selesai, DJP diberi wewenang untuk melakukan penelitian atas SPPH yang disampaikan. Ini bisa diminta keterangan, disurati wajib pajaknya apakah sudah benar,” katanya dalam webinar program pengungkapan sukarela, kami kutip hari ini.
PPS menjadi kesempatan baik bagi wajib pajak yang belum menyampaikan hartanya secara benar dalam SPT Tahunan. Menurutnya, periode PPS juga menjadi momentum yang tepat bagi wajib pajak untuk lebih patuh membayar pajak.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196 Tahun 2021 juga memberikan kewenangan kepada DJP melakukan penelitian untuk memastikan kesesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak dapat membetulkan atau membatalkan Surat Keterangan Penyampaian SPPH.
Kemudian, aturan yang sama juga mengatur apabila ditemukan kekurangan atau kelebihan pembayaran jumlah pajak penghasilan (PPh) final yang tercantum dalam Surat Keterangan, DJP dapat menerbitkan surat klarifikasi kepada wajib pajak.
Apabila berdasarkan surat klarifikasi terdapat kekurangan pembayaran, wajib pajak diberi kesempatan untuk melunasi PPh final yang kurang dibayar atau menanggapi surat klarifikasi paling lama 14 hari kerja sejak surat klarifikasi terbit.
Adapun jika wajib pajak tidak melunasi PPh final yang kurang dibayar, tidak menanggapi surat klarifikasi, atau memberikan klarifikasi yang tak sesuai keadaan sebenarnya, DJP akan menerbitkan pembetulan atau pembatalan surat keterangan PPS.
Dengan berbagai ketentuan tersebut, DJP menyarankan wajib pajak memanfaatkan PPS untuk mengungkapkan harta dan membayarkan PPh final secara benar. “Wajib pajak sudah diberikan kesempatan, silakan diungkapkan dengan benar,” katanya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, pemerintah mengadakan PPS untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Periode PPS hanya berlangsung selama 6 bulan, yakni pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan. Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.