PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pengembangan compliance risk management (CRM) dan business intelligence (BI) akan berdampak positif terutama dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan penanganan ataupun perlakuan yang tepat terhadap wajib pajak.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengungkapkan seiring dengan perkembangan zaman, banyak perspektif baru mengenai hubungan antara otoritas dengan wajib pajak yang relevan dengan kondisi sekarang.
“Dunia kita sudah cukup berubah. Hubungan tidak lagi antara wajib pajak yang diawasi dengan yang mengawasi,” kata Yon dalam acara Bedah Buku CRM BI—Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, disaksikan melalui media sosial Youtube Direktorat Jenderal Pajak, hari ini.
Yon mengatakan banyak literatur yang sudah mulai mengarahkan pada pencapaian kepatuhan kooperatif (cooperative compliance) dari semula enforced compliance. Hal ini berdampak pada hubungan otoritas dan wajib pajak.
Dengan adanya pengembangan CRM dan BI, maka DJP dapat memetakan segala proses bisnis berdasarkan profil risiko kepatuhan wajib pajak. Harapannya, perlakuan yang diberikan DJP sudah sesuai dengan masing-masing profil risiko tersebut.
“DJP perlu instrumen yang bisa memastikan bahwa yang diberikan kepada wajib pajak itu treatment-nya tepat. Wajib pajak yang diperiksa ya yang berisiko. Wajib pajak yang memang sudah sangat patuh tentu diberikan pelayanan yang prima,” tegas Yon.
DJP akan mengintegrasikan setidaknya 9 jenis compliance risk management (CRM) mulai September 2022. Adapun 9 jenis CRM yang dimaksud adalah CRM pemeriksaan dan pengawasan, ekstensifikasi, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, serta keberatan.
DJP juga akan meluncurkan business intelligence (BI) penerimaan dan BI sumber daya manusia (SDM). Kedua BI tersebut akan terus dikembangkan pada 2023 bersamaan dengan pengembangan BI organisasi dan BI regulasi. Keempat BI akan diintegrasikan dengan CRM integrasi pada 2024.