PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan kenaikan harga komoditas masih dapat berkontribusi terhadap setoran penerimaan pajak pada 2023 yang mencapai Rp211 triliun. Target tersebut lebih rendah dibandingkan kontribusi komoditas pada tahun ini yang mencapai Rp279,8 triliun.
Adapun penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp1.715,1 triliun pada tahun depan atau lebih tinggi 6,7 persen dibandingkan target 2022.
“Tahun depan, kita mungkin masih akan menikmati windfall komoditas. Windfall profit yang diperoleh tahun depan dari sisi pajak masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp117 triliun,” kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (30/8/2022).
Oleh karena itu, pemerintah memprediksi pertumbuhan penerimaan pajak pada 2023 yang mencapai 6,7 persen, atau tidak akan setinggi pertumbuhan tahun 2022 yang mencapai 26 persen.
Selain itu, di tahun depan juga sudah tidak ada lagi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang telah menyumbang Rp 61 triliun terhadap penerimaan pajak 2022.
Secara total, pemerintah menargetkan pendapatan negara tahun 2023 sebesar Rp2.443,6 triliun atau naik tipis dari target di 2022 yang dipatok Rp2.436,9 triliun. Target ini terutama didorong oleh penerimaan perpajakan (pajak serta bea dan cukai) yang diprediksi naik Rp92 triliun, sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turun Rp 84,6 triliun menjadi Rp426,3 triliun.
“Tapi ingat, kami juga harus menyiapkan diri apabila volatilitas harga komoditas terjadi tahun depan. Prinsip kehati-hatian yang tidak boleh ditinggalkan. Lonjakan harga-harga terutama minyak pada tahun ini mendorong belanja pemerintah pusat juga membengkak terutama untuk subsidi dan kompensasi energi. Pagu subsidi dan kompensasi bengkak tiga kali lipat dari pagu awal hanya Rp 152,5 triliun mencapai Rp 502,4 triliun. Anggaran subsidi juga berisiko kembali bengkak menjadi Rp 698 triliun,” kata Sri Mulyani.
Menkeu menjelaskan, dengan perkiraan rata-rata Indonesian crude price (ICP) dalam delapan bulan selalu di atas 100 dollar AS, yaitu 105 dollar AS per barel dan kurs sekitar Rp 14.700-14.800, sementara volume subsidi diproyeksikan mencapai 29 juta kiloliter untuk Pertalite dan 17,4 juta kiloliter untuk Solar, maka subsidi dan kompensasi diperkirakan mencapai Rp 698 triliun.
“Distribusi manfaat subsidi dan kompensasi energi saat ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu. Sebanyak 5 persen subsidi Solar dan 20 persen dari subsidi kompensasi Pertalite dinikmati oleh yang berhak.
Oleh karena itu, Bapak Presiden (Joko Widodo) kemarin menetapkan untuk kita mulai melakukan pengalihan subsidi yang begitu besar sebagian untuk langsung diberikan kepada kelompok yang tidak mampu. Karena sungguh kalau ratusan triliun rupiah hanya 5 persen dinikmati kelompok tidak mampu dan 20 persen dinikmati oleh kelompok tidak mampu, maka dampaknya adalah kesenjangan yang makin besar,” ujar Sri Mulyani.
Ia menyebutkan, belanja negara tahun 2023 ditargetkan sebesar Rp 3.041,7 triliun atau turun 4 persen dari perkiraan tahun ini. Dengan target penerimaan dan belanja itu, defisit anggaran ditargetkan sebesar Rp 598,2 triliun atau 2,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau lebih rendah dari outlook tahun ini sebesar 3,92 persen.
“Rancangan APBN Tahun 2023 sisi belanja ditujukan untuk meningkatkan kualitas belanja yang lebih efisien, efektif, dan produktif yaitu melalui spending better; meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas, melanjutkan reformasi birokrasi, mendukung pelaksanaan revitalisasi industri, dan mengembangkan ekonomi hijau,” kata Sri Mulyani.