PajakOnline.com—Kalangan DPR menilai tingginya target penerimaan perpajakan sebesar Rp2.016 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp426 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 mencerminkan optimisme percepatan pemulihan ekonomi.
“Penerimaan perpajakan dan PNBP yang bisa didapatkan oleh negara dari operasional bisnis pendorong pertumbuhan, seperti barang tambang, dapat lebih optimal. Misalnya, mineral. Di sana kita bisa mendapatkan penerimaan yang sangat besar,” kata Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun dalam keterangannya, hari ini.
Dia optimistis, target penerimaan pajak tahun ini dapat tercapai sebesar Rp1.265 triliun. Menurut Misbakhun terdapat empat faktor untuk mendukung target penerimaan pajak tersebut.
“Pertama, penerimaan pajak sebesar Rp1.265 triliun masih dalam takaran yang rasional di saat ekonomi sedang pemulihan (recovery). Kedua, ada kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari 20 menjadi 22 persen. Ketiga, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1 persen atau dari 10 persen menjadi 11 persen. Keempat, adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS),” kata Misbakhun.
Dia meminta pemerintah mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global akibat kondisi geopolitik Rusia dan Ukraina. Oleh karena itu, Presiden Jokowi menilai perlunya pemberian subsidi energi, khususnya untuk Bahan Bakar Minyak (BBM). Sebab, subsidi BBM dapat menjadi akselerator pemulihan ekonomi nasional.
“Jika, peredam kejut tersebut dilepas akan menjadi tolak ukur naik turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jadi, peredam kejutnya adalah pemerintah menaikkan target penerimaan tapi subsidi diberikan penguatan pemerintah,” kata Misbakhun.
Sebelumnya dalam pemberitaan media ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp502 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi demi menekan kenaikan harga BBM dan listrik.
Angka tersebut sebenarnya sudah naik tiga kali lipat dibandingkan rencana awal APBN 2022. “Maka kita perkirakan subsidi itu harus nambah lagi, bahkan bisa mencapai Rp198 triliun, itu di luar Rp502 triliun. Nambah kalau kita tidak menaikkan harga BBM,” kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (23/8/2022). Menkeu mengungkapkan, jika tidak dilakukan pembatasan, maka anggaran Rp502 triliun tersebut tidak akan cukup.