PajakOnline.com—Wajib pajak (WP) yang tidak melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan menerima sejumlah konsekuensi berkaitan layanan perpajakan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Tanah Abang Tiga Atmo memjelaskan, salah satu konsekuensi yang diterima WP yang tidak melakukan aktivasi NIK sebagai NPWP ialah menerima potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang lebih besar. PPh pasal 21 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan.
“Yang paling penting kalau tidak padan, itu pemotongan PPh pasal 21 akan menjadi 20 persen lebih besar,” katanya ketika membuka Layanan Pendampingan Pemadanan NIK dengan NPWP di Jakarta.
Atmo mengatakan, hal itu dimungkinkan, sebab WP yang tidak melakukan pemadanan NIK dianggap tidak memiliki NPWP.
Sebagaimana ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022, pemadanan atau aktivasi NIK sebagai NPWP memang dilakukan dengan tujuan NIK akan digunakan sebagai NPWP para WP.
Sedangkan, mengacu kepada Pasal 20 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 16 Tahun 2016, WP yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan potongan PPh pasal 21 lebih besar 20 persen dari tarif yang diterapkan terhadap WP yang memiliki NPWP.
“Jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120 persen dari jumlah PPh pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,” tulis ketentuan tersebut.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengimbau seluruh wajib pajak melakukan pemadanan NIK dengan NPWP. Sebagai informasi, WP masih bisa melakukan pemadanan NIK dan NPWP hingga 30 Juni 2024.
Hal tersebut menyusul diundurnya implementasi penuh NIK sebagai NPWP orang pribadi penduduk dan NPWP 16 digit bagi wajiib pajak orang pribadi bukan penduduk, badan, dan instansi pemerintah dari yang semula 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. (Wiasti Meurani)