PajakOnline | Upaya Indonesia dalam pengembangan energi hijau sangat relevan dengan komitmen G20 untuk mempercepat pendanaan transisi energi, termasuk target untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global.
Menurut Deni Surjantoro selaku Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya, dikutip PajakOnline hari ini, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk menarik investasi internasional dan teknologi dalam mendukung target transisi energi nasional, termasuk pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik (Electric Vehicle).
“Indonesia berkomitmen untuk ikut menurunkan emisi karbon untuk mencegah pemburukan perubahan iklim yang memberikan dampak buruk bagi seluruh dunia, termasuk Indonesia,” kata Presiden Prabowo Subianto sebagaimana diterangkan oleh Deni.
Selain itu, para pemimpin G20 juga menyoroti pentingnya Dana Pandemi (Pandemic Fund) dan peran Gugus Tugas Bersama Keuangan dan Kesehatan (Joint Finance and Health Task Force) dalam meningkatkan kesiapsiagaan global terhadap pandemi. Hal ini memberikan manfaat langsung bagi Indonesia dalam membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh.
“Hibah dari Dana Pandemi dapat digunakan untuk mendukung kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, serta memperkuat fasilitas kesehatan, termasuk pengadaan alat kesehatan dan vaksin,” tambah Deni.
Sementara, diskusi tentang Solusi Perpajakan Dua Pilar (Two-Pillar Solution) dan kerangka kerja perpajakan internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB (United Nations) juga menjadi pembahasan utama dalam KTT kali ini.
Kesepakatan pada Solusi Perpajakan Dua Pilar memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan penerimaan pajak dari perusahaan multinasional melalui pengenaan pajak minimum global.
Selain itu, kerangka kerja perpajakan internasional oleh PBB menciptakan ruang bagi Indonesia untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan global, memastikan kebijakan pajak internasional yang adil, dan mengatasi tantangan erosi basis pajak (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS).
Selain pada sesi utama, Deni mengatakan bahwa Menteri Keuangan juga turut mendampingi Presiden RI dalam pertemuan bilateral dengan para Kepala Negara, di antaranya dari Qatar dan India.
“Beberapa topik yang dibahas pada pertemuan bilateral ini meliputi kerja sama strategis dalam bidang ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, dan investasi transisi energi. Harapannya, pembahasan ini dapat memperkuat hubungan bilateral dan mendorong masuknya investasi yang mendukung prioritas nasional Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto,” kata Deni.
Kehadiran dan partisipasi aktif Indonesia dalam KTT G20 merupakan bentuk komitmen Pemerintah dalam mendukung kerja sama multilateral, memperjuangkan kepentingan nasional, dan berkontribusi pada solusi tantangan global.
Sementara itu, Ketua Umum Pandu Tani Indonesia (Patani) Sarjan Tahir mengatakan, penerapan ekonomi hijau di Indonesia dapat menarik investasi internasional. “Seperti dalam ekosistem kendaraaan listrik Indonesia dan pemberlakuan pajak karbon,” kata Sarjan Tahir.
Sarjan Tahir mengatakan, Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon untuk mencegah pemburukan perubahan iklim yang memberikan dampak buruk bagi seluruh dunia.
Salah satu langkah strategis, sambung Sarjan, adalah memberlakukan Pajak Karbon daripada menaikkan pajak konsumsi atau PPN menjadi 12% pada tahun depan yang malah dinilai memberatkan rakyat.
Sarjan menyebutkan, Pajak Karbon signifikan berpotensi menambah penerimaan negara mencapai ratusan triliunan rupiah.
“Lebih baik menerapkan pajak karbon untuk hidup yang lebih berkualitas karena kita turut menjaga ekosistem kelestarian alam dan lingkungan hidup,” kata Sarjan yang juga anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran kepada PajakOnline, hari ini.
Sarjan mendorong pemerintah segera menerapkan Pajak Karbon untuk menambah penerimaan negara dan penguatan konstruksi ekonomi hijau, ramah lingkungan demi masa depan generasi yang lebih baik.
Menurut Sarjan, Indonesia telah memperkenalkan implementasi pajak karbon
sebagai salah satu skema pembiayaan untuk mendorong kegiatan ekonomi rendah karbon dalam United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) COP 26 di Glasgow, Skotlandia pada 2021.
Pajak Karbon juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kita laksanakan amanat undang-undang tersebut,” kata Sarjan Tahir yang juga Dewan Pembina Tax Payer Community.
Sarjan mengatakan, banyak manfaat dari penerapan pajak karbon, di antaranya, uang pajaknya dapat dipergunakan untuk membantu pendanaan investasi produktif di sektor agraris untuk ketahanan pangan misalnya. Kemudian, mengurangi penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, dan tentunya mendatangkan insentif bagi pemerintah.
“Penerapan pajak karbon menjadi langkah penting yang diambil oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Ini merupakan tindakan aktif yang dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim,” pungkas Sarjan Tahir yang juga pengurus pusat Gerakan Solidaritas Nasional (GSN).