PajakOnline | Teori Kurva Laffer kembali mencuat di tengah wacana perpajakan Indonesia. Konsep yang digagas Arthur B. Laffer ini menegaskan pada tingkat tarif tertentu, justru penurunan tarif pajak dapat meningkatkan penerimaan negara karena mendorong aktivitas ekonomi.
Ketika tarif pajak terlalu tinggi, insentif untuk bekerja, berinvestasi, atau melaporkan secara jujur menurun—yang pada akhirnya menurunkan penerimaan pajak.
Dengan tarif rendah atau moderat, masyarakat terdorong beraktivitas ekonomi lebih intensif, menghasilkan konsumsi dan investasi yang lebih tinggi.
Arthur Laffer menyerukan perlunya tarif serendah mungkin, dikombinasi dengan regulasi ringan. Ia memperkirakan, dengan langkah ini, Indonesia bahkan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% pada 2029.
Sebelumnya, Ketua Tax Payer Community Abdul Koni mengatakan, momentum kenaikan PPN sebaiknya ditunda selama daya beli belum menguat.
Di sisi lain, pengawasan, penegakkan hukum, dan pengembangan teknologi perpajakan terus dilakukan agar basis pajak melebar.
Langkah strategis yang tepat akan memberikan penerimaan yang lebih besar dalam jangka panjang—saat ekonomi tumbuh lebih cepat daripada beban fiskalnya.
Data pengalaman negara lain, seperti Malaysia, dan Amerika Serikat era Presiden Ronald Wilson Reagan menunjukkan pemangkasan tarif pajak bisa meningkatkan basis pajak dan penerimaan pajak secara keseluruhan—selama ekonomi tetap sehat.