PajakOnline.com—Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Selatan I Toto Hari Saputra melaporkan, penerimaan pajak se-Jakarta telah mencapai Rp538,47 triliun hingga Mei 2024.
Penerimaan pajak secara regional Jakarta tersebut disampaikan dalam paparan Kinerja APBN Regional DKI Jakarta Jakarta hingga 30 Mei 2024 melalui konferensi pers Forum Assets Liabilities Committee (ALCO) Regional DKI Jakarta secara daring, dikutip Senin (1/7/2024).
Nominal tersebut setara dengan 40,88% dari target penerimaan pajak wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan dalam APBN 2024.
Toto menyebutkan penerimaan pajak menurun sebesar 12,66% akibat merosotnya penerimaan di seluruh jenis pajak. “Penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 12,66% akibat penurunan di seluruh jenis pajak,” kata Toto.
Realisasi penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp311,08 triliun atau 42,95% dari target, namun mengalami penurunan sebesar 13,26% secara tahunan (yoy). “Pada bulan Mei tahun 2024 ini, penerimaan PPh Non Migas mengalami kontraksi karena penerimaan PPh Pasal 25 Badan/corporate di wajib pajak prominen,” ungkapnya.
Sementara itu, penerimaan PPh Migas mencapai Rp29,16 triliun atau 38,19% dari target, mengalami penurunan sebesar 20,64% YoY. Penurunan ini disebabkan oleh moderasi harga komoditas seperti batubara dan CPO. Penerimaan dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya mencapai Rp1,36 triliun atau 8,43% dari target.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat sebesar Rp196,85 triliun atau 39,35% dari target, mengalami penurunan 9,74% YoY akibat kenaikan restitusi dan penurunan PPN impor.
Walaupun sebagian besar jenis pajak utama menurun, PPh Pasal 21 justru menunjukkan pertumbuhan tertinggi sebesar 27,59%, mencerminkan semakin tangguhnya aktivitas perekonomian di Jakarta.
Toto menambahkan bahwa perpajakan di DKI Jakarta tetap stabil, didukung oleh pajak transaksional sektor non-komoditas yang menunjukkan kegiatan ekonomi yang resilient.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Mei Ling juga menyampaikan perkembangan beberapa indikator ekonomi di Jakarta. Sampai dengan bulan Mei 2024, tingkat inflasi melandai diikuti tekanan harga pangan yang mereda, berada di angka 2,08% (yoy), deflasi -0,10% (m-to-m), dan 0,79 (ytd). Prospek ekonomi Jakarta dalam jangka pendek masih terjaga.
Neraca Perdagangan bulan mei mengalami surplus sebesar USD0,25 M, yang dipengaruhi kinerja ekspor mencapai USD6,64 miliar dan impor mencapai USD6,39 miliar.
Perkembangan indikator konsumsi memberikan sinyal positif bagi pertumbuhan ekonomi di triwulan II, namun perlu mewaspadai indikator produksi yang melemah.
Kepala Bidang Kepabeaan dan Cukai Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DKI Jakarta Jakarta Muhammad Hilal Nur Sholihin melengkapi konferensi pers dengan menyampaikan kinerja penerimaan Kepabeanan dan Cukai DKI Jakarta Jakarta hingga dengan 31 Mei 2024.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp8,45T (30,50% dari target APBN) mengalami pertumbuhan negatif sebesar 11,88% (yoy), utamanya karena penurunan Bea
Masuk.
Kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tetap terjaga ditopang kenaikan PNBP bagian laba Badan Usaha Milik Negara. Hal ini disampaikan oleh Didik Hariyanto, Kepala Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara DKI Jakarta. Sampai dengan 31 Mei 2024, penerimaan PNBP mencapai Rp164,37 T atau 69,31% dari target atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,82 (yoy).