PajakOnline.com—Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan rangkaian upaya pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19.
“Pemberian PMN kepada BUMN sendiri memang merupakan salah satu modalitas dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ini bukan suatu dikotomi yang kita bedakan, sifatnya sebetulnya sejalan. Pemberian PMN itu juga disebut dalam PP-PP (Peraturan Pemerintah) yang ada untuk program PEN. Karena kita juga ingin melihat BUMN berpartisipasi dalam membangkitkan kembali perekonomian, membuat lapangan kerja tetap tercipta, membuat kegiatan usaha dilanjutkan yang mempunyai multiplier effect. Jadi pemberian PMN juga merupakan salah satu cara pemulihan ekonomi nasional,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata dalam media briefing secara virtual hari ini Jumat (6/11/2020)
Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun 2021 totalnya sekitar Rp42,385 triliun. Dana tersebut dialokasikan kepada PLN, Hutama Karya, Sarana Multi Griya (SMF), Indonesia Financial Group (IFG) Life-BPUI, Pelindo III, ITDC, Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW), PAL Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Indonesia Exim Bank.
Menepis praktek masa lalu yang menganggap PMN adalah pemborosan, Isa menegaskan bahwa PMN dipastikan tujuan dan penggunaannya.
“Pemberian PMN ke BUMN bukan kucuran dana yang kemudian hilang begitu saja. Kita akan pastikan kucuran dana berbentuk PMN kepada BUMN itu ada tujuannya, ada yang akan dilakukan BUMN itu sehingga perlu disupport dan kita ingin pastikan apa yang direncanakan itu betul-betul dilaksanakan dan diwujudkan,” tegas Isa.
Secara umum, kriteria BUMN yang mendapat PMN adalah pertama yang memiliki pengaruh, dampak terhadap hajat hidup masyarakat. Kedua, eksposur terhadap sistem keuangan. Ketiga peran calon penerima investasi, keempat kepemilikan pemerintah di BUMN sebagai calon penerima investasi dan/atau kelima, total aset yang dimiliki calon penerima investasi.
Dia melanjutkan, sebelum memberikan PMN, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan bersama-sama mengevaluasi BUMN mana saja yang perlu mendapat PMN dan tidak.
“Kementerian BUMN melakukan evaluasi, BUMN mana yang memang perlu didukung inisiatif/projectnya. Bahkan bersama dengan kita juga mengevaluasi mana yang sebetulnya bisa membiayai sendiri atau mengupayakan pembiayaannya sendiri, tidak serta-merta kita setujui PMNnya. Yang kita support kebanyakan adalah ide-ide, bahkan sebaliknya, penugasan dari pemerintah yang harus dilakukan BUMN yang kapasitasnya terbatas, tidak bisa sepenuhnya mengupayakan financing, funding, fund raising misalnya dengan menerbitkan obligasi,” katanya.