PajakOnline.com—Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% untuk pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), baik dari luar maupun dalam negeri, mulai 1 Juli 2020.
Pemajakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha, di dalam maupun luar negeri, baik konvensional maupun digital.
Melalui aturan ini, layanan produk digital seperti video streaming musik dan film, aplikasi dan permainan (games) digital, online shopping serta jasa daring lainnya dari luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan dan telah mengambil manfaat ekonomi dari Indonesia melalui transaksi perdagangannya, akan diperlakukan sama seperti produk konvensional atau produk digital sejenis dari dalam negeri.
Penerapan PPN ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam rangka menanggulangi dampak pandemi corona atau Covid-19, dan menjaga kredibilitas anggaran negara serta stabilitas perekonomian negara di masa krisis ekonomi seperti ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, kami meminta tanggapan warga masyarakat yang gemar belanja online, baik online shopping, main games online, maupun nonton online via aplikasi video berbayar.
Sejumlah warga yang memberikan pendapat mengaku tidak keberatan dengan PPN 10% asalkan uangnya untuk kepentingan bangsa dan negara. Terutama untuk melawan Corona saat ini. Tapi, jangan kemahalan pajaknya. Karena produk dan jasanya bisa jadi mahal.
Di antaranya, Romi (32) seorang karyawan swasta bidang otomotif di Jakarta yang menanggapi. Menurut dia, PPN 10% masih wajar dan adil.
“Sekarang kan negara kita butuh uang. Lagi kena pandemi. Wajar belanja atau transaksi online kena pajak. PPN 10% gak apa-apa,” kata Romi kepada PajakOnline.com, Selasa (2/6/2020). Dia mengaku istrinya beberapa kali belanja online yang diantar kurir ke rumah.
Dia juga menonton tayangan film online berbayar di smartphone dengan cara berlangganan bulanan. “Saya suka nonton film-film action di HP,” katanya. Selama berlangganan itu, tidak ada PPN. “Nanti kalau kena pajak jadi adil. Mereka (dari luar negeri) ambil untung di Indonesia dari kita, rasanya juga harus kena pajak,” kata Romi.
Carmita hampir senada dengan Romi. Karyawati yang bekerja di sektor perbankan ini mengaku suka nonton drama korea di layanan video berbayar ketika punya waktu luang. “Boleh kalau cuma 10%. Karena kalau pajaknya lebih besar, produknya jadi lebih mahal. Konsumen seperti kami jadi bayar lebih mahal,” kata dia.
Pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, keputusan pemerintah untuk memajaki kegiatan PMSE sangat beralasan, baik dari sisi fairness karena mereka telah mendapatkan keuntungan signifikan di Indonesia. Namun, pemerintah perlu memerhatikan implementasinya agar hak pemajakan atas penghasilan dari perusahaan yang menggunakan platform teknologi digital, yang secara fisik berkantor di Indonesia atau yang berkantor di luar negeri dapat dilaksanakan pemajakannya mulai 1 Juli 2020 mendatang.