PajakOnline.com— Pajak masih mimpi buruk bagi pembayar pajak, ternyata masih dirasakan hingga kini. Mimpi buruk karena pelayanan pajak yang diberikan dirasakan kurang persuasif. Wajib pajak masih merasakan perlakuan yang tidak memuaskan dari petugas pajak.
“Pelayanan pajak masih nightmare bagi kami. Pelayanan yang kami rasakan, antara satu staf pajak dengan staf pajak lain berbeda perlakuannya. Yang kami rasakan, staf pajak itu dalam kondisi stres. Apakah itu karena masalah tekanan kerja atau ada persoalan keluarga, itu kami tidak tahu,” ujar Rezza Artha, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta, kepada PajakOnline.com
Rezza menegaskan, kalangan pengusaha bukan tidak mau bayar pajak. Namun, realitas yang dihadapi, iklim ekonomi yang sulit, membuat pengusaha tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar pajak. Persoalan bertambah ruwet, ketika petugas pajak yang datang bersikap berbeda perlakuannya kepada wajib pajak yang sama.
“Kami sudah diperiksa pajak. Semua sudah clear, tapi beda tahun, datang petugas lain, kami dinyatakan kena denda. Padahal sebelumnya tidak ada denda. Itu yang kami rasakan kurang mengenakkan,” tegas Rezza yang juga aktif di KADIN Jakarta ini.
Apa yang dirasakan Rezza ternyata juga dirasakan teman-temannya di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Dari beberapa kali kumpul dan diskusi yang dilakukan Rezza bersama kawan-kawannya di HIPMI, suara-suara pelayanan petugas pajak masih sering dikeluhkan.
Rezza mengaku selama ini sebenarnya sudah banyak bersuara soal pajak. Pengakuan pengusaha muda berkulit putih ini, ia bersama kawan-kawannya pernah berjuang agar pajak final kontrak proyek negara 4 persen diterapkan. Suara mereka didengarkan dan dijadikan kebijakan nasional. Metode pembayaran pajak seperti itu, menurut Rezza, sebenarnya lebih sederhana dan lebih adil. Dengan metode seperti itu kalangan pengusaha jauh-jauh hari sudah bisa menghitung berapa besar pajak yang harus dibayarkan.
Dalam perhitungan pajak, Rezza juga mengeluhkan pengeluaran perusahaan yang tidak ikut dihitung. Padahal, uang perusahaan sudah keluar dan tercatat di pembukuan.
“Sekali lagi, kami sepakat tax is a lifestyle, ini bagus, keren! Ini kan yang PajakOnline.com perjuangkan. Pajak memang seharusnya jadi gaya hidup yang menyenangkan, seperti di Singapura atau Australia tapi kenyataannya masih mimpi buruk, tax is a nightmare bagi pembayar pajak atau tax payer di sini,” tegasnya.
Di negara yang sudah menjadikan pajak sebagai gaya hidup, warga sudah tidak repot lagi mengurus pajak ini dan itu, karena semuanya sudah otomatis dipotong pajak, dengan komputerisasi dan teknologi yang canggih. Ada laporannya pula, uang pajak dipakai untuk apa saja. Bahkan bila ada refund atau restitusi itu kembali dengan sendirinya, tanpa perlu kita repot-repot mengurusnya.
Apa respons Direktorat Jenderal Jenderal Pajak (DJP) atas kritik yang disampaikan Rezza? Konfirmasi yang dilakukan dari hari kemarin hingga berita ini diturunkan belum dijawab Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak. Pertanyaan yang diajukan PajakOnline.com, lewat whatsApp tak berbalas.
#PajakOnline #BanggaBayarPajak #IndonesiaMaju